WARNING! CERITA INI MUNGKIN AKAN MENGGANGGU SEBAGIAN PEMBACA. MOHON TANGGAPI DENGAN BIJAK!
Kapan
terakhir kali kau merasa senyumanmu tulus?
Kemarin?
Minggu lalu? 2 bulan, 3 bulan lalu? Atau bertahun-tahun yang lalu?
“Aku sudah
tidak ingat…,” ucap Nadin pelan. Ia menatap bayangan dirinya pada cermin di
hadapannya. Tak ada raut bahagia yang tampak. Setiap malam sepulang bekerja, ia
hanya duduk menatap dirinya selama beberapa saat di cermin. Seperti sudah
sebuah tradisi baginya. Setelah beberapa lama, akhirnya ia beranjak dan menuju
kasurnya untuk tidur.
Keesokan
paginya, ia menatap dirinya kembali di cermin sesaat sebelum berangkat bekerja.
Ia mengambil kunci motor yang tergeletak di meja dekatnya, dan pergi bekerja.
Perjalanannya ke tempat kerja bukan suatu hal yang mudah. Berbagai jenis kendaraan
dan pengendara juga ia hadapi dibawah sinar matahari yang tak berbelaskasihan.
Jalan yang sebenarnya cukup dekat terasa sangat jauh dengan tumpukan pengendara
lain yang juga sama-sama pergi bekerja. Sesampainya di tempat kerja, ia
disambut dengan teriakan pemilik kedai.
“NAD!
Cepat! Antrian mulai panjang!”
Nadin
bergegas turun dari motor meletakkan segala barangnya dekat konter dan melayani
tamu-tamu yang menunggu giliran mereka. Ia mengenakan senyum terbaiknya yang ia
bisa. Tidak ada hal istimewa dari pembeli-pembeli yang ia layani… seharusnya.
Namun, selalu ada satu atau dua pembeli yang melewati batas kewajaran.
“Gimana,
sih! Bisa kerja gak?!” teriak salah satu pembeli. Teriakan itu menarik
perhatian seluruh pembeli lain yang sedang makan ditempat. Nadin tidak dapat
melawannya karena ini etika pelayanan. Ia hanya menunduk dan meminta maaf
sebelum beranjak dari sana. Beberapa lama kemudian, ia kembali dengan pesanan lain.
SPLASH!
Nadin tidak
mengharapkan ucapan terima kasih, namun ia juga tidak mengharapkan sebuah
siraman air kepadanya. Pembeli itu tidak mengatakan apa-apa hanya pergi dari
kedai dengan amarah. Nadin menahan air matanya, ia membereskan meja tersebut.
Berjam-jam berlalu hingga akhirnya ia pulang kembali ke kamar kosnya. Meletakan
kunci motor, membersihkan diri, dan kembali menatap dirinya sebelum beranjak
tidur.
Esok pagi, ia
bangun dari tempat tidur, membersihkan diri, menatap cermin, mengambil kunci
motor, dan pergi. Hari hari ia bekerja selalu sama setiap hari. Terkadang cukup
baik dengan tidak bertemu pembeli yang tempramen. Tapi terkadang bisa sangat
buruk. Sedangkan pemilik kedai? Tidak, pemilik tidak memperlakukan Nadin dengan
buruk. Beliau orang tegas dan gahar saat berbicara. Namun, beliau juga
merupakan orang yang kapitalis. Kemana uang akan membawanya pergi, disanalah ia
akan tersenyum. Perlakuan yang dilakukan kepada Nadin, hanya dipandang sebelah
mata. Begitu Nadin pulang, ia meletakkan kunci motor, membersihkan diri,
menatap cermin, dan tidur.
Ia bangun…
mandi… menatap cermin… mengambil kunci… pergi….
Pulang…
menaruh kunci… mandi… menatap cermin… tidur…
Bangun… mandi…
menatap cermin… mengambil kunci… pergi…
Pulang…
menaruh kunci… mandi… menatap cermin … tidur…
Bangun… menatap
cermin… mandi… mengambil kunci… pergi…
Pulang…
menaruh kunci… menatap cermin… mandi… tidur…
Bangun… menatap
cermin… mengambil kunci… pergi…
Pulang… mandi…
tidur…
Bangun… menatap
cermin… pergi…
…
…
…
Nadin tidak
pernah kembali lagi.
pic src: https://www.nicepng.com/ourpic/u2w7e6a9q8t4r5q8_new-ii-closed-mouth-4-cartoon/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar