Cari

15 April 2023

Masalah

 

“Mikael!” panggil seorang wanita dari belakang.

“Kau mengejutkanku! Ada apa?” tanggap Mikael terhadap kehebohan Yolanda.

“Sudah dengar kabar terbaru tentang Eza belum?”

“Eza? Suami sepupumu itu?”

“Hu-uh!”

Nope. Memang ada apa?”

Yolanda yang telah duduk di sebelah Mikael mengayunkan jemarinya, meminta Mikael untuk mendekatkan telinganya. Yolanda hanya membisikkan satu kata dan itu cukup membuat Mikael melotot tak percaya.

“Kau yakin?!” tanya Mikael memastikan.

Yolanda menganggukkan kepalanya dengan kencang. Mikael menggelengkan kepalanya seakan kepalanya akan lepas. Mereka berdua sama-sama ingin bahwa apa yg mereka ketahui adalah berita yang salah.

“Kok bisa?! Dia, kan, yang paling….”

Mikael tak bisa melanjutkan perkataannya lagi. Kepalanya sulit untuk menerima berita yang baru saja ia dengar ini. Eza mungkin bukan saudara sedarahnya atau sahabat sekolahnya, namun mereka pun memiliki hubungan yang cukup erat. Yolanda sendiri, sebagai seorang sepupu ipar, juga memiliki hubungan yang sama eratnya seperti Mikael dengan Eza.

“Kau tau dari mana?” tanya Mikael memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Yolanda segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia memperlihatkan riwayat pesan yang ia dapatkan dari seseorang. Mikael membaca pesan-pesan tersebut dengan saksama. Pesan-pesan itu menjadi bukti bahwa berita yang ia dengar adalah benar. Mengapa? Karena istri Eza sendiri yang menceritakan semua keluh kesahnya. Mikael mengembalikan ponsel Yolanda begitu ia selesai membaca semuanya. Bukan mereka berdua yang terkena masalah, namun hela napas panjang mereka keluarkan dari mulut mereka.

“Yah, kita hanya bisa doakan yang terbaik untuk rumah tangga mereka. kita tak bisa ikut campur lebih dalam. Itu hanya akan menjadi masalah baru untuk kita,” ucap Mikael mengalihkan. Yolanda mengangguk setuju pelan.

“Ayo, kita tidur. Pekerjaanku sudah selesai untuk hari ini. Besok pagi kau ada meeting dan aku perlu memulai proyek baru. Jangan sampai kita kesiangan,” ajak Mikael. Mikael menarik tangan Yolanda bermaksud untuk membawanya ke kamar, namun istrinya tampak seperti enggan untuk beranjak.

“Ada apa?”

Yolanda tidak langsung menjawab pertanyaan Mikael. Matanya sedikit jatuh ke bawah, tak berani menatap suaminya tersebut. Akan tetapi, raut wajahnya sangat menunjukkan bahwa ia ingin mengucapkan sesuatu.

“Apaa?” tanya Mikael lagi sedikit lebih lembut, “Ayo katakan saja, mau bilang apa.”

Yolanda terdiam selama beberapa lama berusaha untuk mengumpulkan kemampuan berbicaranya. Sedangkan Mikael asik bermain dengan kedua tangan Yolanda selama ia terdiam. Beberapa kali Yolanda membuka bibirnya namun mengatupnya kembali.

“Uuuu, sayangku malam ini cantik sekali.”

Pujian Mikael membuat Yolanda tersenyum dan membuka suaranya.

“Apa, sih!”

“Hayo, mau bilang apa tadi?”

Yolanda kembali tak langsung menjawab pertanyaan suaminya itu. Namun tak berapa lama kemudian ia menjawab, “Aku hanya berpikir…, di keluarga besarku, pasti ada kasus yang memberatkan. Padahal awalnya mereka selalu yang paling baik. Tapi ada saja hal yang membuat mereka mengambil langkah yang dibenci.”

“Dan kau takut aku akan menyebabkan hal yang sama?”

Yolanda mengangguk. Mikael memeluk wanita kesayangannya dan mengelus punggungnya sambil membalas, “Aku paham rasa takutmu, tapi kau bisa percaya padaku. Aku takkan pernah mengecewakan dirimu.”

Yolanda tersenyum dan membalas pelukan Mikael lebih erat. Setelah beberapa lama menghabiskan waktu berpelukan, mereka menuju kamar tidur dan beristirahat.

Hari-hari berlalu seperti biasanya. Yolanda bekerja di kantornya dan Mikael menyelesaikan segala proyeknya dari rumah. Kasus yang dialami oleh Eza tetap mereka ikuti, namun hanya sebagai pendengar keluh kesah dari istrinya. Keluarga besarnya pun tak ada yang berani ikut campur dalam masalah rumah tangga mereka. Semua memberikan doa terbaik pada mereka. Akan tetapi suatu saat, Mikael mulai sering bepergian keluar saat hari mulai gelap.

“Kau mau pergi kemana?” tanya Yolanda.

“Aku ada janji temu dengan klien mendadak, mau mendiskusikan ulang desain kemarin.”

“Oh, okey. Hati-hati di jalan, segera kembali begitu selesai.”

Mikael memberi kecupan sampai jumpa di kening Yolanda sebelum melangkah keluar rumah. Yolanda tak menganggap aneh kejadian tersebut. Menurutnya, kehidupan para freelancer memang penuh dengan ketidakpastian dan harus terus siaga sepanjang waktu. Namun, kejadian ini terjadi beberapa kali hingga mencapai dimana Yolanda mulai curiga dan khawatir.

“Janji dadakan dengan klien lagi?” tanya Yolanda sedikit tak senang.

“I-Iya,” balas Mikael merasa bersalah.

“Belakangan ini sering ketemu klien, ya. Sebelumnya hampir setiap dua minggu sekali, kemudian seminggu sekali. Kali ini mau yang kedua kali dalam seminggu ini. Proyek apa yang kau kerjakan hingga klien merasa sangat khawatir?”

“Maaf, Olan. Tapi proyek yang ini memang sedikit berbeda dari biasanya. Dan kliennya sangat perfeksionis, jadi kalau ingin kontraknya terus berjalan, aku harus menuruti keinginannya.”

Yolanda menatap Mikael dengan tatapan setengah percaya. Ia kenal dengan Mikael, Mikael bukan sosok yang akan membohongi dia. Namun entah mengapa, kali ini perasaan Yolanda meminta dirinya untuk tidak mempercayai Mikael.

“Baiklah. Jangan pulang terlalu malam. Jalan semakin berbahaya di musim hujan begini.”

“Siap, sayangku!” hormat Mikael pada Yolanda. Tingkah kekanak-kanakkan Mikael kembali membuat Yolanda tersenyum.

Waktu kembali berlalu. Pertemuan dadakan Mikael mulai berkurang frekuensinya, namun lama waktu dirinya berada di luar meningkat bahkan dapat berlangsung hingga tengah malam. Hal ini tentu tetap menjadi kekhawatiran bagi Yolanda. Yolanda sebenarnya tak ingin mengutik-utik pekerjaan Mikael, namun ia sudah tak bisa diam saja.

Ketika Mikael izin pergi untuk meeting, Yolanda diam-diam masuk ke ruang kerjanya dan mencoba mencari suatu petunjuk. Ruangan kerja Mikael tidak menunjukkan suatu keanehan di matanya. Ia menyusuri peralatan yang berserakan di meja kerja dan blue print yang terpampang di dinding maupun sudut lantai, hingga kemudian ia membuka laci-laci. Pada salah satu laci, ia menemukan buku tabungan pribadi Mikael. Apa yang tersimpan dalam buku tabungan membuat Yolanda terperangah.

“Aku pulang,” ucap Mikael saat memasuki rumah.

Yolanda segera menyambutkan kepulangan suaminya dengan senyum palsu. Mikael terkejut melihat Yolanda yang mendatanginya. Selama ini, Yolanda hanya menyambutnya dengan suaranya saja. Ini pertama kalinya ia langsung didatangi.

“Kenapa, Olan?” tanya Mikael.

“Kau pulang lebih awal dari biasanya. Biasanya kau akan pulang hampir tengah malam.”

“Ah, iya. Kali ini sepertinya mood klien sedang bagus. Beberapa perbaikan kemarin langsung diterima olehnya tanpa argumen panjang.”

“Oh, begitu…. Ya sudah, mandilah. Aku sudah siapkan baju tidurmu di kasur. Aku akan menunggumu di ruang makan,” ucap Yolanda.

“O-Oke….”

Mikael segera beranjak mandi dan membereskan beberapa peralatan yang digunakan untuk pekerjaannya sebelum pergi menemui Yolanda di ruang makan. Dan ketika menuju ruang makan, ia dapat melihat Yolanda yang duduk termenung, senyap dalam pikirannya.

“Ada yang ingin kau bicarakan? Sepertinya serius,” kata Mikael memulai percakapan.

“Iya. Dan ini sangat serius.”

Yolanda mengeluarkan buku tabungan Mikael dengan surat yang tersimpan di dalamnya dan menyodorkannya kepada Mikael. Barang yang Yolanda tunjukkan membuat mata Mikael terbuka lebar.

“Coba beri tahu aku apa ini,” pinta Yolanda.

Mikael terdiam. Ia tak bisa membuka mulutnya dan tak berani menatap Yolanda yang ada di sampingnya. Ia tak pernah menyangka bahwa Yolanda akan melangkahkan kaki ke dalam ruang kerja dan mengutak-atik laci-lacinya.

“Mikael Anderson. Jawab,” tegas Yolanda. Namun, Mikael masih terdiam dengan wajahnya yang tertunduk. Ia tak berkutik di kursinya.

“MIKAEL!” teriak Yolanda sembari menepuk meja. Mikael tersontak dengan suara gebrakan meja. Kali ini Yolanda menatapnya tajam, namun terlihat ia menahan air matanya.

“Ma-Maaf….”

Yolanda tak bergeming sedikit pun. Ia hanya menatap dalam-dalam Mikael sambil menahan air matanya yang hampir keluar. Ia berusaha untuk mengutarakan segala hal yang ada di dalam hatinya, namun semua tertahan di tenggorokannya.

Setelah keheningan menerpa beberapa lama, Yolanda akhirnya berdiri dari bangkunya seperti akan pergi meninggalkan Mikael. Akan tetapi, ia diam di tempat, menunduk, dan menopang dirinya di atas meja. Air mata yang ia tahan sedari tadi perlahan menetes satu per satu. Jatuh langsung membasahi meja.

“Olan,” panggil Mikael pelan berusaha menggapai istrinya.

“Jangan sentuh aku!” elak Yolanda dengan tatapan jijik, “Belum terlalu lama kabar kasus mengenai Eza kita dengar dan bicarakan dengan istrinya! Kau juga tahu di keluargaku para lelakinya selalu ada yang bermasalah! Dan kau pun tahu aku membenci MEREKA SEMUA! … tapi mengapa… mengapa kau melakukan ini padaku?”

Yolanda menangis tersedu-sedu begitu menyelesaikan kalimatnya. Ia tak bisa lagi membendung kesedihannya, kekecewaannya, amarahnya, semua emosinya yang campur aduk dalam dirinya. Bertahun-tahun hidup, ia selalu dihadapkan situasi dimana lelaki dalam keluarganya membawa masalah. Entah orang ketiga, anak di luar nikah, atau utang secara diam-diam. Dan dari semua itu, Mikael membawa utang dalam rumah tangganya tanpa ia ketahui dan dalam jumlah yang sangat besar.

“Maafkan aku, Olan. Aku yang akan bayar semuanya. Kau tidak perlu ikut menanggung beban ini,” ujar Mikael mencoba untuk menenangkan Yolanda.

“Kau pikir ini akan hilang dalam sekali bayar?! Uang 300 juta bukanlah jumlah sedikit! Bahkan gabungan total pendapatan proyekmu dan gaji satu tahunku tidak cukup untuk melunasi seperempatnya saja, Ael!”

Mikael terdiam lagi mendengar ocehan istrinya. Ia tak memiliki pembelaan, semua yang Yolanda katakan adalah benar. Melihat Mikael yang sudah tak dapat berkata-kata, Yolanda berusaha lebih tenang dan mencoba berpikir lebih jernih.

“Sekarang di mana uang itu? Riwayat terbaru buku tabunganmu pun tak menuliskan uang sebanyak itu. Di mana sisanya? Kita langsung kembalikan,” pinta Yolanda.

“Hanya itu…. Tidak ada lagi….”

“HANYA INI?! KAU KEMANAKAN SEMUA UANG ITU AEL?!!”

“Aku… main… judi….”

Kata yang keluar dari mulut Mikael tak pernah Yolanda bayangkan. Seakan-akan tersambar 700 petir dalam satu waktu, Yolanda goyah dan jatuh pingsan di hadapan Mikael.


pic src: https://www.alodokter.com/depresi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar