“Mikael!”
panggil seorang wanita dari belakang.
“Kau
mengejutkanku! Ada apa?” tanggap Mikael terhadap kehebohan Yolanda.
“Sudah
dengar kabar terbaru tentang Eza belum?”
“Eza? Suami
sepupumu itu?”
“Hu-uh!”
“Nope.
Memang ada apa?”
Yolanda yang telah duduk di sebelah Mikael mengayunkan jemarinya, meminta Mikael untuk mendekatkan telinganya. Yolanda hanya membisikkan satu kata dan itu cukup membuat Mikael melotot tak percaya.
“Kau
yakin?!” tanya Mikael memastikan.
Yolanda
menganggukkan kepalanya dengan kencang. Mikael menggelengkan kepalanya seakan
kepalanya akan lepas. Mereka berdua sama-sama ingin bahwa apa yg mereka ketahui
adalah berita yang salah.
“Kok bisa?!
Dia, kan, yang paling….”
Mikael tak
bisa melanjutkan perkataannya lagi. Kepalanya sulit untuk menerima berita yang
baru saja ia dengar ini. Eza mungkin bukan saudara sedarahnya atau sahabat
sekolahnya, namun mereka pun memiliki hubungan yang cukup erat. Yolanda
sendiri, sebagai seorang sepupu ipar, juga memiliki hubungan yang sama eratnya
seperti Mikael dengan Eza.
“Kau tau
dari mana?” tanya Mikael memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Yolanda
segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia memperlihatkan riwayat pesan
yang ia dapatkan dari seseorang. Mikael membaca pesan-pesan tersebut dengan
saksama. Pesan-pesan itu menjadi bukti bahwa berita yang ia dengar adalah
benar. Mengapa? Karena istri Eza sendiri yang menceritakan semua keluh
kesahnya. Mikael mengembalikan ponsel Yolanda begitu ia selesai membaca
semuanya. Bukan mereka berdua yang terkena masalah, namun hela napas panjang
mereka keluarkan dari mulut mereka.
“Yah, kita
hanya bisa doakan yang terbaik untuk rumah tangga mereka. kita tak bisa ikut
campur lebih dalam. Itu hanya akan menjadi masalah baru untuk kita,” ucap
Mikael mengalihkan. Yolanda mengangguk setuju pelan.
“Ayo, kita
tidur. Pekerjaanku sudah selesai untuk hari ini. Besok pagi kau ada meeting dan
aku perlu memulai proyek baru. Jangan sampai kita kesiangan,” ajak Mikael.
Mikael menarik tangan Yolanda bermaksud untuk membawanya ke kamar, namun
istrinya tampak seperti enggan untuk beranjak.
“Ada apa?”
Yolanda
tidak langsung menjawab pertanyaan Mikael. Matanya sedikit jatuh ke bawah, tak
berani menatap suaminya tersebut. Akan tetapi, raut wajahnya sangat menunjukkan
bahwa ia ingin mengucapkan sesuatu.
“Apaa?”
tanya Mikael lagi sedikit lebih lembut, “Ayo katakan saja, mau bilang apa.”
Yolanda
terdiam selama beberapa lama berusaha untuk mengumpulkan kemampuan berbicaranya.
Sedangkan Mikael asik bermain dengan kedua tangan Yolanda selama ia terdiam.
Beberapa kali Yolanda membuka bibirnya namun mengatupnya kembali.
“Uuuu,
sayangku malam ini cantik sekali.”
Pujian
Mikael membuat Yolanda tersenyum dan membuka suaranya.
“Apa, sih!”
“Hayo, mau
bilang apa tadi?”
Yolanda
kembali tak langsung menjawab pertanyaan suaminya itu. Namun tak berapa lama
kemudian ia menjawab, “Aku hanya berpikir…, di keluarga besarku, pasti ada
kasus yang memberatkan. Padahal awalnya mereka selalu yang paling baik. Tapi
ada saja hal yang membuat mereka mengambil langkah yang dibenci.”
“Dan kau
takut aku akan menyebabkan hal yang sama?”
Yolanda
mengangguk. Mikael memeluk wanita kesayangannya dan mengelus punggungnya sambil
membalas, “Aku paham rasa takutmu, tapi kau bisa percaya padaku. Aku takkan
pernah mengecewakan dirimu.”
Yolanda
tersenyum dan membalas pelukan Mikael lebih erat. Setelah beberapa lama
menghabiskan waktu berpelukan, mereka menuju kamar tidur dan beristirahat.
Hari-hari
berlalu seperti biasanya. Yolanda bekerja di kantornya dan Mikael menyelesaikan
segala proyeknya dari rumah. Kasus yang dialami oleh Eza tetap mereka ikuti,
namun hanya sebagai pendengar keluh kesah dari istrinya. Keluarga besarnya pun
tak ada yang berani ikut campur dalam masalah rumah tangga mereka. Semua
memberikan doa terbaik pada mereka. Akan tetapi suatu saat, Mikael mulai sering
bepergian keluar saat hari mulai gelap.
“Kau mau
pergi kemana?” tanya Yolanda.
“Aku ada
janji temu dengan klien mendadak, mau mendiskusikan ulang desain kemarin.”
“Oh, okey.
Hati-hati di jalan, segera kembali begitu selesai.”
Mikael
memberi kecupan sampai jumpa di kening Yolanda sebelum melangkah keluar rumah.
Yolanda tak menganggap aneh kejadian tersebut. Menurutnya, kehidupan para freelancer
memang penuh dengan ketidakpastian dan harus terus siaga sepanjang waktu.
Namun, kejadian ini terjadi beberapa kali hingga mencapai dimana Yolanda mulai curiga
dan khawatir.
“Janji
dadakan dengan klien lagi?” tanya Yolanda sedikit tak senang.
“I-Iya,”
balas Mikael merasa bersalah.
“Belakangan
ini sering ketemu klien, ya. Sebelumnya hampir setiap dua minggu sekali,
kemudian seminggu sekali. Kali ini mau yang kedua kali dalam seminggu ini.
Proyek apa yang kau kerjakan hingga klien merasa sangat khawatir?”
“Maaf,
Olan. Tapi proyek yang ini memang sedikit berbeda dari biasanya. Dan kliennya
sangat perfeksionis, jadi kalau ingin kontraknya terus berjalan, aku harus
menuruti keinginannya.”
Yolanda
menatap Mikael dengan tatapan setengah percaya. Ia kenal dengan Mikael, Mikael
bukan sosok yang akan membohongi dia. Namun entah mengapa, kali ini perasaan
Yolanda meminta dirinya untuk tidak mempercayai Mikael.
“Baiklah.
Jangan pulang terlalu malam. Jalan semakin berbahaya di musim hujan begini.”
“Siap,
sayangku!” hormat Mikael pada Yolanda. Tingkah kekanak-kanakkan Mikael kembali
membuat Yolanda tersenyum.
Waktu
kembali berlalu. Pertemuan dadakan Mikael mulai berkurang frekuensinya, namun
lama waktu dirinya berada di luar meningkat bahkan dapat berlangsung hingga
tengah malam. Hal ini tentu tetap menjadi kekhawatiran bagi Yolanda. Yolanda
sebenarnya tak ingin mengutik-utik pekerjaan Mikael, namun ia sudah tak bisa diam
saja.
Ketika
Mikael izin pergi untuk meeting, Yolanda diam-diam masuk ke ruang kerjanya
dan mencoba mencari suatu petunjuk. Ruangan kerja Mikael tidak menunjukkan
suatu keanehan di matanya. Ia menyusuri peralatan yang berserakan di meja kerja
dan blue print yang terpampang di dinding maupun sudut lantai, hingga
kemudian ia membuka laci-laci. Pada salah satu laci, ia menemukan buku tabungan
pribadi Mikael. Apa yang tersimpan dalam buku tabungan membuat Yolanda
terperangah.
“Aku
pulang,” ucap Mikael saat memasuki rumah.
Yolanda
segera menyambutkan kepulangan suaminya dengan senyum palsu. Mikael terkejut
melihat Yolanda yang mendatanginya. Selama ini, Yolanda hanya menyambutnya
dengan suaranya saja. Ini pertama kalinya ia langsung didatangi.
“Kenapa,
Olan?” tanya Mikael.
“Kau pulang
lebih awal dari biasanya. Biasanya kau akan pulang hampir tengah malam.”
“Ah, iya.
Kali ini sepertinya mood klien sedang bagus. Beberapa perbaikan kemarin
langsung diterima olehnya tanpa argumen panjang.”
“Oh,
begitu…. Ya sudah, mandilah. Aku sudah siapkan baju tidurmu di kasur. Aku akan
menunggumu di ruang makan,” ucap Yolanda.
“O-Oke….”
Mikael
segera beranjak mandi dan membereskan beberapa peralatan yang digunakan untuk
pekerjaannya sebelum pergi menemui Yolanda di ruang makan. Dan ketika menuju
ruang makan, ia dapat melihat Yolanda yang duduk termenung, senyap dalam
pikirannya.
“Ada yang
ingin kau bicarakan? Sepertinya serius,” kata Mikael memulai percakapan.
“Iya. Dan
ini sangat serius.”
Yolanda
mengeluarkan buku tabungan Mikael dengan surat yang tersimpan di dalamnya dan
menyodorkannya kepada Mikael. Barang yang Yolanda tunjukkan membuat mata Mikael
terbuka lebar.
“Coba beri
tahu aku apa ini,” pinta Yolanda.
Mikael
terdiam. Ia tak bisa membuka mulutnya dan tak berani menatap Yolanda yang ada
di sampingnya. Ia tak pernah menyangka bahwa Yolanda akan melangkahkan kaki ke
dalam ruang kerja dan mengutak-atik laci-lacinya.
“Mikael
Anderson. Jawab,” tegas Yolanda. Namun, Mikael masih terdiam dengan wajahnya
yang tertunduk. Ia tak berkutik di kursinya.
“MIKAEL!”
teriak Yolanda sembari menepuk meja. Mikael tersontak dengan suara gebrakan
meja. Kali ini Yolanda menatapnya tajam, namun terlihat ia menahan air matanya.
“Ma-Maaf….”
Yolanda tak
bergeming sedikit pun. Ia hanya menatap dalam-dalam Mikael sambil menahan air
matanya yang hampir keluar. Ia berusaha untuk mengutarakan segala hal yang ada
di dalam hatinya, namun semua tertahan di tenggorokannya.
Setelah
keheningan menerpa beberapa lama, Yolanda akhirnya berdiri dari bangkunya seperti
akan pergi meninggalkan Mikael. Akan tetapi, ia diam di tempat, menunduk, dan
menopang dirinya di atas meja. Air mata yang ia tahan sedari tadi perlahan
menetes satu per satu. Jatuh langsung membasahi meja.
“Olan,”
panggil Mikael pelan berusaha menggapai istrinya.
“Jangan
sentuh aku!” elak Yolanda dengan tatapan jijik, “Belum terlalu lama kabar kasus
mengenai Eza kita dengar dan bicarakan dengan istrinya! Kau juga tahu di
keluargaku para lelakinya selalu ada yang bermasalah! Dan kau pun tahu aku
membenci MEREKA SEMUA! … tapi mengapa… mengapa kau melakukan ini padaku?”
Yolanda
menangis tersedu-sedu begitu menyelesaikan kalimatnya. Ia tak bisa lagi
membendung kesedihannya, kekecewaannya, amarahnya, semua emosinya yang campur
aduk dalam dirinya. Bertahun-tahun hidup, ia selalu dihadapkan situasi dimana
lelaki dalam keluarganya membawa masalah. Entah orang ketiga, anak di luar
nikah, atau utang secara diam-diam. Dan dari semua itu, Mikael membawa utang
dalam rumah tangganya tanpa ia ketahui dan dalam jumlah yang sangat besar.
“Maafkan
aku, Olan. Aku yang akan bayar semuanya. Kau tidak perlu ikut menanggung beban
ini,” ujar Mikael mencoba untuk menenangkan Yolanda.
“Kau pikir
ini akan hilang dalam sekali bayar?! Uang 300 juta bukanlah jumlah sedikit!
Bahkan gabungan total pendapatan proyekmu dan gaji satu tahunku tidak cukup
untuk melunasi seperempatnya saja, Ael!”
Mikael terdiam
lagi mendengar ocehan istrinya. Ia tak memiliki pembelaan, semua yang Yolanda
katakan adalah benar. Melihat Mikael yang sudah tak dapat berkata-kata, Yolanda
berusaha lebih tenang dan mencoba berpikir lebih jernih.
“Sekarang
di mana uang itu? Riwayat terbaru buku tabunganmu pun tak menuliskan uang
sebanyak itu. Di mana sisanya? Kita langsung kembalikan,” pinta Yolanda.
“Hanya
itu…. Tidak ada lagi….”
“HANYA
INI?! KAU KEMANAKAN SEMUA UANG ITU AEL?!!”
“Aku… main…
judi….”
Kata yang
keluar dari mulut Mikael tak pernah Yolanda bayangkan. Seakan-akan tersambar
700 petir dalam satu waktu, Yolanda goyah dan jatuh pingsan di hadapan Mikael.
pic src: https://www.alodokter.com/depresi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar