Cari

15 Januari 2021

Ini Peranmu

 


Kali ini kulihat ia di balik semak-semak lagi. Masih dengan posisi yang tak pernah berubah sedari awal ia belajar berburu, posisi tubuh yang akan dengan mudah diketahui oleh mangsa maupun predator. Dan ia sudah mengamati selama lebih dari setengah jam tanpa pergerakan apapun. Aku yang sudah tak tahan dengan dirinya, langsung bergerak dan memburu mangsanya dengan caraku sendiri.

“Apa yang kakak lakukan? Aku baru saja akan bergerak!” protes Jacob. Aku meletakan hasil buruan tadi di depannya. Aku menatap matanya tajam. Aku sudah lelah dengan segala nasihat yang telah kuberi padanya. Tak ada satupun yang ia tangkap dengan benar. Ia sedikit menundukkan kepalanya.

“Kalian sudah selesai berburu? Ayo, kembali! Ayah dan ibu mencari kalian,” ucap Lilyan yang tiba-tiba muncul di balik pohon.

“Tidak! Aku yang selesai berburu,” ucapku sedikit menekan.

Jacob menggigit hasil buruan dan membawanya pergi, kembali ke gua – tempat perkumpulan kawanan kami berada, tanpa sepatah kata. Lilyan yang merasakan suasana tak baik antara kami, akhirnya bersuara lagi saat Jacob telah jauh dari kami.

“Kau lagi-lagi tidak membiarkan ia berusaha lebih dulu?”

“Aku sudah memberikannya banyak kesempatan. Tapi tak ada satupun kesempatan yang membawa hasil,” jawabku sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Lilyan – pasanganku – di belakang. Aku tahu tidak seharusnya kulampiaskan kekesalanku kepada pasanganku, tapi kutak tahu harus berbicara kepada siapa lagi. Dari semua serigala yang ada di kawanan kami, hanya Lilyan satu-satunya yang benar-benar mendengarkanku.

“Aku tahu mengajari Jacob tak semudah yang terlihat, tapi kurasa kau sebaiknya membiarkan dia memperlihatkan hasil kerja kerasnya dan cara berburunya sendiri. Aku yakin ia memiliki cara berburu yang cukup baik, kau hanya belum melihatnya,” jelasnya sambil mengimbangi langkahku.

“Bagaimana dengamu? Apa kau pernah melihatnya?”

Langkahnya terhenti sesaat setelah aku bertanya padanya. Aku pun berhenti dan menoleh ke arahnya. Kami saling beradu pandang sebelum akhirnya ia kembali melangkah lagi.

“Aku mungkin belum melihatnya, tapi aku yakin ia pasti bisa. Ia memiliki caranya sendiri untuk menang. Sama sepertimu di saat seusianya. Aku masih ingat saat pertama kali kau berburu dengan caramu sendiri. Padahal ayahmu sudah meneriakimu berkali-kali untuk mengikuti caranya. Tapi sampai pada akhirnya, kau tak mendengarkannya sama sekali. Dan kau berhasil membungkam ayahmu dengan berhasil memburu seekor kerbau jantan seorang diri. Kurasa itu pun berlaku untuk Jacob. Suatu saat nanti ia yang akan membungkammu dengan caranya,” ucapnya sambil berjalan mendahuluiku. Aku terdiam mendengar penjelasannya. Mungkin jauh di lubuk hatiku, aku pun setuju dengan Lilyan.

Sesampainya kami, terlihat ayah dan ibu sudah menunggu di mulut gua bersama dengan Jacob. Aku dan Lilyan menghampiri mereka. Ayah dengan raut wajah datar dan tanpa kata-kata mengisyaratkan untuk kami mengikutinya ke dalam. Di dalam bagian gua yang jauh dari kawanan kami, ayah mengawali perbincangan.

“Bagaimana hari ini, Jayden? Perkembangan?”

“Sama dengan yang sebelumnya telah saya jelaskan Ayah,” jawabku tanpa keraguan.

Ayah menatap tajam ke arah Jacob, menunjukkan harapan lebih terhadapnya. Jacob hanya menunduk berusaha menghindari tatapan ayahnya.

“Waktu telah berjalan lebih dari sebulan, Jacob. Mau sampai kapan kau bermain-main?” tanya ayah dengan tegas. “Kau tahu sendiri kakakmu sebentar lagi akan meninggalkan kawanan. Hanya kau satu-satunya yang bisa Ayah harapkan. Dasar-dasar berburu saja kau tak bisa. Berhenti bermain-main!” lanjutnya lagi.

Jacob tampak diam, namun aku dapat mendengar suara gertakan pelan dari gigi-giginya yang kecil. Ia ingin menyampaikan pendapatnya, keinginannya. Akan tetapi, sebelum ia sempat membuka mulutnya, ayah menekannya lagi.

“Tidakkah kau mendengarku Jacob?! Kau bukanlah serigala kecil yang masih di bawah pengasuhan Ibumu! Setelah ini kembalilah ber – ”

“TIDAK MAU!”

Teriakan Jacob menggema di seluruh bagian dalam gua. Selian itu, napasnya juga berat setelah berteriak. Sepertinya ia mengumpulkan seluruh amarahnya untuk berteriak. Ayah, ibu, dan Lilyan terkejut melihat reaksi yang Jacob berikan. Sedangkan aku? Tidak. Aku tahu dia pasti akan memberontak cepat atau lambat. Pengajaran yang memaksa dirinya bukanlah gaya belajar yang dia inginkan. Ia lebih suka belajar sesuai keinginannya sendiri, dengan caranya sendiri. Sama sepertiku saat semuda dia. Ya, aku mengakui penjelasan dari Lilyan.

“Kenapa tidak paksa kakak saja untuk tetap dalam kawanan?! Kakak lebih berpengalaman dariku, kakak juga telah belajar lebih dariku. Ayah juga selalu membanggakan kakak. Lalu kenapa Ayah malah melepaskan kakak pergi jika aku tak bisa diharapkan?”

Setelah berkata itu semua, ia pergi meninggalkan kami. Ibu hendak mengejarnya, namun ayah melarang ibu untuk mengikutinya. Akhirnya aku yang meminta Lilyan untuk mengawasinya dari jauh.

“Dia tidak boleh mati sekarang,” tambahku. Lilyan mengangguk pelan dan pergi, membiarkan kami bertiga hening dalam kegelapan gua yang mulai pekat.

Ayah menghela napas panjang sebelum akhirnya diikuti oleh batuk-batuk yang cukup parah. “Nael, kau harus istirahat atau sakitmu akan tambah parah,” bujuk ibu. Ayah menolak. Ia berjalan perlahan meninggalkan aku dan ibu sembari berkata, “Seberapa banyak pun aku istirahat, pada akhirnya hanya maut yang menungguku menyeberang ke alam sana.”

Sesaat sebelum ibu mengikuti ayah, ia berkata padaku, “Ibu tahu ini bukan hal yang mudah, tapi kami sangat berharap kau dapat membuat adikmu siap menjadi pemimpin selanjutnya kapanpun. Tapi jangan paksakan dirimu juga. Kami juga masih membutuhkan pimpinanmu dalam perang yang akan datang.”

“Baik, Ibu. Akan kuusahakan yang terbaik,” balasku pada ibu yang telah membelakangiku untuk mengejar ayah. Sekarang tinggal aku sendiri dengan segala pilihan yang kupunya. Sebenarnya bukan kami ingin membebani semua tugas berat ini kepada Jacob, tapi ancaman perang teritori yang akan datang tak dapat dianggap sebelah mata. Beruntung, jika saja hari itu kami tak menangkap saat seekor burung gagak – mata-mata dari mereka – terbang di teritori kami, kami takkan pernah tahu siasat perang ini. Kami takkan mempersiapkan apapun dan ini akan menjadi akhir tragis kami.

Aku sebenarnya tidak keluar dari kawanan meski itu adalah hal yang lumrah untuk spesies kami. Memang seharusnya akulah yang menjadi penerus posisi ayah, bukan jacob. Akan tetapi, aku sendiri tak yakin dapat bertahan hidup sampai perang selesai. Sehingga kami harus membuatnya siap menjadi pemimpin selanjutnya kapanpun. Kami sengaja tak memberitahunya soal ini. Kami harus menjamin keselamatannya selama perang. Jika kami memberitahunya, ia tentu akan lebih serius, tapi ia juga akan bersikeras untuk ikut ambil bagian dalam perang.

Bulan telah berada di posisi puncaknya, namun belum ada tanda-tanda kepulangan dari Jacob maupun Lilyan. Aku mulai khawatir, begitu pun dengan ibu.

“Lily dan adikmu belum kembali?” tanya ibu. Aku menggelengkan kepala. Kami saling diam selama beberapa lama, hanya angin yang berani bersuara.

“Aku akan mencari mereka.”

“Tidak,” cegah ibu. “Biar Ibu yang mencari mereka. Jika terjadi apa-apa di jalan nanti, kami masih memilikimu untuk menjaga seluruh kawanan. Ibu tak seberharga itu.”

“Ibu – ”

“Kakak!” panggil Jacob dari kejauhan. “Lihat apa yang kudapatkan!”

Di belangkangnya terdapat Lilyan yang menggigit dan menyeret tubuh seekor serigala jantan yang telah tak bernyawa. Aku dan ibu tak mempercayai apa yang kami lihat. Lilyan meletakkannya di depan kami begitu berada di hadapan kami.

“Apa ini?” tanyaku ketus dengan wajah datar.

“Aku yang mengalahkannya. Bukankah hebat? Serigala ini ingin memburu seekor gajah muda yang sendirian, yang terpisah dari kawanannya. Padahal sebenarnya ia melihatku berada di sekitarnya, tapi ia membiarkanku dan tetap fokus pada gajah itu. Jadi aku menggigit belakang lehernya saat dia lengah. Dia sempat memberontak tapi – ”

“Terima kasih telah membantunya, Lily. Aku tahu dia tak bisa melakukannya sendiri.”

“K-Kak? Kenapa Kak Lily? Aku yang melakukannya sendiri! Apa kakak tak percaya padaku?”

“Kau masih sangat muda dan kecil, masa-masa beromong kosong. Lagipula bagaimana kau melakukannya? Tubuhnya bahkan empat kali lebih besar darimu, dua kali dariku.”

Jacob tak mengatakan apapun, ia masuk ke dalam gua dengan raut marah. Ibu mengikutinya, mungkin untuk menenangkannya.

“Kau sungguh-sungguh tak mempercayainya? Meski kubilang kalau aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri?” tanya Lilyan.

“Tidak. Aku percaya padanya,” ucapku. “Kau benar, Lily. Suatu saat ia akan membungkamku.”

Lilyan tersenyum selama sesaat sebelum senyum itu hilang ketika ia bertanya, “Lalu kenapa kau malah berkata seperti itu?”

“Aku hanya takut ia terluka dan kuharap ia juga berlari pergi seperti sekarang saat perang tiba,” jawabku. “Serigala yang kau bawa ini, salah satu dari kawanan dari lawan kita nanti. Padahal hanya salah satu kawanan, tapi perbandingan tubuhnya saja sudah sangat jauh, bagaimana dengan pemimpinnya. Apa kita bisa mempertahankan teritori kita?”

Lilyan memelukku dengan dua kaki depannya yang terasa melemah karena membawa tubuh serigala yang jauh lebih besar darinya sendirian. “Aku tak tahu apa ini membantu, tapi aku akan tetap bersamamu apapun yang terjadi.”

“Terima kasih,” ucapku tersenyum. “Kau segeralah tidur, tubuhmu sudah lelah membawa jasad ini. Aku akan membawanya ke hadapan ayah dulu sebelum menyimpannya.”

“Baiklah.”

Ayah menatapku penuh tanya saat aku membawa jasad ini ke hadapannya. “Jacob yang menumbangkannya. Lilyan yang melihatnya dan menyeret jasad ini ke sini,” ucapku.

“Kau yakin? Dia sendiri?”

Aku mengangguk dengan tegas. Kali ini tak ada keraguan dari hatiku. Meskipun Jacob terlihat payah dalam berburu, sebenernya ia sangat ahli dalam membuat strategi sama seperti kakek. Dengan ini, ia menunjukkan bahwa ia dapat bertahan hidup dengan caranya.

“Baiklah, tugasmu untuk mengajari Jacob sudah selesai. Mulai besok kau bersamaku mempersiapkan serigala lain untuk menghadapi apa yang akan datang.”

“Baik, Ayah.”

Pagi hari di hari-H, hari yang tak kami tunggu-tunggu, hari yang mereka tunggu-tunggu. Kami telah mempersiapkan diri dengan apapun yang akan terjadi pada kami. Apapun itu, kami harus mempertahankan tanah teritori kami.

Aku sudah meminta beberapa serigala betina untuk membawa para serigala muda termasuk Jacob menjauh dari sini. Biarkan mereka menikmati perburuan mereka di kala kami sedang mempertahankan rumah kami.

Ayah dan aku berada di garis terdepan berhadapan dengan pemimpin kawanan mereka, Gustus. Kami takkan menyerah meski kelompok kawanan mereka memiliki tubuh yang dua kali lipat lebih besar.

Hari telah menjelang sore, kami sudah mulai kehabisan tenaga dan kekuatan. Butuh sekitar tiga serigala dari kawanan kami untuk menjatuhkan satu serigala dari kawanan mereka. Ayah pun sudah tak kuat lagi berdiri untuk memimpin perang ini. Gustus meremukkan tulang-tulang ayah dan mengunyah daging-dagingnya di depan mataku.

Darahku mendidih. Aku menerjangnya berusaha menjatuhkannya seorang diri. Namun kekuatan dari Gustus sangat jauh dibandingkanku. Lilyan berusaha membantuku, tapi ia terdorong hanya karena pukulan dari ekor Gustus.

“Lily!”

Saat perhatianku teralihkan, Gustus menggapaiku dengan gigitannya dan membantingku dengan kencang. Taringnya menancap sangat dalam di perutku. Ia mendekatiku dan meremukkan kaki-kakiku. Aku hampir hilang kesadaran saat tiba-tiba seekor serigala muda mendarat di punggung Gustus dan mencabik-cabik tengkuk lehernya. Aku tak ingat apa yang terjadi setelahnya, kuhanya mendengar suara kawanan gajah yang semakin lama semakin mendekat.

Kurasakan hawa dingin berusaha menusuk tulang-tulangku. Perlahan kubuka mata dan kulihat seluruh kawananku yang sedang beristirahat dengan tenang di dalam gua. Dan Lilyan tidur di sebelahku. Aku berusaha menggerakkan kaki-kakiku, tapi kutak dapat merasakannya sama sekali. Ah, iya, benar. Gustus meremukkan semua kakiku.

“Lily?”

Lilyan yang semula tertidur, langsung terbangun dan melihatku dengan mata yang berbinar-binar. “Kau sudah sadar! Ya ampun, aku sangat khawatir karena kau tak bangun-bangun sejak perang. Syukurlah!”

“Bagaimana perangnya?”

“Kita berhasil. Jacob yang membantu kita semua.”

“Jacob?! Di mana dia sekarang?” tanyaku panik.

“Tenanglah, dia ada di sini, bersama kita,” jawab Lilyan sambil menghadap ke arah sudut gua yang lain, yang tak jauh dari kami. Di sana, Jacob tidur dengan ibu.

Aku menghela napas lega. “Bagaimana cara Jacob membantu?”

“Kau ingat saat aku membawa jasad salah satu dari kawanan Gustus? Jacob ada bercerita bahwa serigala itu ingin memangsa seekor gajah muda yang terpisah dari kawanannya bukan? Jacob bukan hanya membantu gajah itu lepas dari predator, tapi ia juga menemani gajah itu sampai induknya menemukannya.

“Sejak saat itu, kawanan gajah berterima kasih padanya dan berjanji akan membantu jika dibutuhkan. Jadi, ia meminta bantuan para gajah untuk mendominasi jumlah dan ukuran dari kawanan Gustus. Dan dengan tubuh kecil dan kelincahannya itu, ia menyelinap melewati serigala lain hingga hinggap di atas Gustus.”

Kami saling menatap dan tersenyum. Aku mungkin kehilangan seorang ayah dan seluruh kakiku, tapi pengorbanan ini menumbuhkan seorang pemimpin yang penuh kejutan.

“Dingin,” ucapku pelan. Lilyan mendekat dan menempelkan tubuhnya ke tubuhku, menyalurkan kehangatannya padaku dan aku tertidur. Aku ingin lihat bagaimana cara Jacob memimpin kawanan kami di usianya yang sangat muda. Tapi kurasa kutak memiliki kesempatan untuk melihatnya.


Pic src: https://bobo.grid.id/read/081737923/apa-benar-serigala-melolong-ketika-bulan-muncul-akubacaakutahu?page=all

Tidak ada komentar:

Posting Komentar