Kali ini kulihat ia di balik semak-semak lagi. Masih dengan posisi yang tak pernah berubah sedari awal ia belajar berburu, posisi tubuh yang akan dengan mudah diketahui oleh mangsa maupun predator. Dan ia sudah mengamati selama lebih dari setengah jam tanpa pergerakan apapun. Aku yang sudah tak tahan dengan dirinya, langsung bergerak dan memburu mangsanya dengan caraku sendiri.
“Apa yang
kakak lakukan? Aku baru saja akan bergerak!” protes Jacob. Aku meletakan hasil
buruan tadi di depannya. Aku menatap matanya tajam. Aku sudah lelah dengan
segala nasihat yang telah kuberi padanya. Tak ada satupun yang ia tangkap
dengan benar. Ia sedikit menundukkan kepalanya.
“Kalian
sudah selesai berburu? Ayo, kembali! Ayah dan ibu mencari kalian,” ucap Lilyan
yang tiba-tiba muncul di balik pohon.
“Tidak! Aku
yang selesai berburu,” ucapku sedikit menekan.
Jacob
menggigit hasil buruan dan membawanya pergi, kembali ke gua – tempat perkumpulan
kawanan kami berada, tanpa sepatah kata. Lilyan yang merasakan suasana tak baik
antara kami, akhirnya bersuara lagi saat Jacob telah jauh dari kami.
“Kau
lagi-lagi tidak membiarkan ia berusaha lebih dulu?”
“Aku sudah
memberikannya banyak kesempatan. Tapi tak ada satupun kesempatan yang membawa
hasil,” jawabku sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Lilyan – pasanganku –
di belakang. Aku tahu tidak seharusnya kulampiaskan kekesalanku kepada
pasanganku, tapi kutak tahu harus berbicara kepada siapa lagi. Dari semua serigala
yang ada di kawanan kami, hanya Lilyan satu-satunya yang benar-benar
mendengarkanku.
“Aku tahu
mengajari Jacob tak semudah yang terlihat, tapi kurasa kau sebaiknya membiarkan
dia memperlihatkan hasil kerja kerasnya dan cara berburunya sendiri. Aku yakin
ia memiliki cara berburu yang cukup baik, kau hanya belum melihatnya,” jelasnya
sambil mengimbangi langkahku.
“Bagaimana
dengamu? Apa kau pernah melihatnya?”
Langkahnya
terhenti sesaat setelah aku bertanya padanya. Aku pun berhenti dan menoleh ke
arahnya. Kami saling beradu pandang sebelum akhirnya ia kembali melangkah lagi.
“Aku
mungkin belum melihatnya, tapi aku yakin ia pasti bisa. Ia memiliki caranya
sendiri untuk menang. Sama sepertimu di saat seusianya. Aku masih ingat saat pertama
kali kau berburu dengan caramu sendiri. Padahal ayahmu sudah meneriakimu
berkali-kali untuk mengikuti caranya. Tapi sampai pada akhirnya, kau tak
mendengarkannya sama sekali. Dan kau berhasil membungkam ayahmu dengan berhasil
memburu seekor kerbau jantan seorang diri. Kurasa itu pun berlaku untuk Jacob.
Suatu saat nanti ia yang akan membungkammu dengan caranya,” ucapnya sambil
berjalan mendahuluiku. Aku terdiam mendengar penjelasannya. Mungkin jauh di
lubuk hatiku, aku pun setuju dengan Lilyan.
Sesampainya
kami, terlihat ayah dan ibu sudah menunggu di mulut gua bersama dengan Jacob. Aku
dan Lilyan menghampiri mereka. Ayah dengan raut wajah datar dan tanpa kata-kata
mengisyaratkan untuk kami mengikutinya ke dalam. Di dalam bagian gua yang jauh
dari kawanan kami, ayah mengawali perbincangan.
“Bagaimana
hari ini, Jayden? Perkembangan?”
“Sama
dengan yang sebelumnya telah saya jelaskan Ayah,” jawabku tanpa keraguan.
Ayah
menatap tajam ke arah Jacob, menunjukkan harapan lebih terhadapnya. Jacob hanya
menunduk berusaha menghindari tatapan ayahnya.
“Waktu
telah berjalan lebih dari sebulan, Jacob. Mau sampai kapan kau bermain-main?”
tanya ayah dengan tegas. “Kau tahu sendiri kakakmu sebentar lagi akan
meninggalkan kawanan. Hanya kau satu-satunya yang bisa Ayah harapkan.
Dasar-dasar berburu saja kau tak bisa. Berhenti bermain-main!” lanjutnya lagi.
Jacob
tampak diam, namun aku dapat mendengar suara gertakan pelan dari gigi-giginya
yang kecil. Ia ingin menyampaikan pendapatnya, keinginannya. Akan tetapi,
sebelum ia sempat membuka mulutnya, ayah menekannya lagi.
“Tidakkah
kau mendengarku Jacob?! Kau bukanlah serigala kecil yang masih di bawah
pengasuhan Ibumu! Setelah ini kembalilah ber – ”
“TIDAK
MAU!”
Teriakan
Jacob menggema di seluruh bagian dalam gua. Selian itu, napasnya juga berat
setelah berteriak. Sepertinya ia mengumpulkan seluruh amarahnya untuk
berteriak. Ayah, ibu, dan Lilyan terkejut melihat reaksi yang Jacob berikan.
Sedangkan aku? Tidak. Aku tahu dia pasti akan memberontak cepat atau lambat.
Pengajaran yang memaksa dirinya bukanlah gaya belajar yang dia inginkan. Ia
lebih suka belajar sesuai keinginannya sendiri, dengan caranya sendiri. Sama
sepertiku saat semuda dia. Ya, aku mengakui penjelasan dari Lilyan.
“Kenapa
tidak paksa kakak saja untuk tetap dalam kawanan?! Kakak lebih berpengalaman
dariku, kakak juga telah belajar lebih dariku. Ayah juga selalu membanggakan
kakak. Lalu kenapa Ayah malah melepaskan kakak pergi jika aku tak bisa
diharapkan?”
Setelah
berkata itu semua, ia pergi meninggalkan kami. Ibu hendak mengejarnya, namun
ayah melarang ibu untuk mengikutinya. Akhirnya aku yang meminta Lilyan untuk
mengawasinya dari jauh.
“Dia tidak
boleh mati sekarang,” tambahku. Lilyan mengangguk pelan dan pergi, membiarkan
kami bertiga hening dalam kegelapan gua yang mulai pekat.
Ayah
menghela napas panjang sebelum akhirnya diikuti oleh batuk-batuk yang cukup
parah. “Nael, kau harus istirahat atau sakitmu akan tambah parah,” bujuk ibu.
Ayah menolak. Ia berjalan perlahan meninggalkan aku dan ibu sembari berkata,
“Seberapa banyak pun aku istirahat, pada akhirnya hanya maut yang menungguku
menyeberang ke alam sana.”
Sesaat
sebelum ibu mengikuti ayah, ia berkata padaku, “Ibu tahu ini bukan hal yang
mudah, tapi kami sangat berharap kau dapat membuat adikmu siap menjadi pemimpin
selanjutnya kapanpun. Tapi jangan paksakan dirimu juga. Kami juga masih
membutuhkan pimpinanmu dalam perang yang akan datang.”
“Baik, Ibu.
Akan kuusahakan yang terbaik,” balasku pada ibu yang telah membelakangiku untuk
mengejar ayah. Sekarang tinggal aku sendiri dengan segala pilihan yang kupunya.
Sebenarnya bukan kami ingin membebani semua tugas berat ini kepada Jacob, tapi
ancaman perang teritori yang akan datang tak dapat dianggap sebelah mata. Beruntung,
jika saja hari itu kami tak menangkap saat seekor burung gagak – mata-mata dari
mereka – terbang di teritori kami, kami takkan pernah tahu siasat perang ini.
Kami takkan mempersiapkan apapun dan ini akan menjadi akhir tragis kami.
Aku
sebenarnya tidak keluar dari kawanan meski itu adalah hal yang lumrah untuk spesies
kami. Memang seharusnya akulah yang menjadi penerus posisi ayah, bukan jacob.
Akan tetapi, aku sendiri tak yakin dapat bertahan hidup sampai perang selesai.
Sehingga kami harus membuatnya siap menjadi pemimpin selanjutnya kapanpun. Kami
sengaja tak memberitahunya soal ini. Kami harus menjamin keselamatannya selama
perang. Jika kami memberitahunya, ia tentu akan lebih serius, tapi ia juga akan
bersikeras untuk ikut ambil bagian dalam perang.
Bulan telah
berada di posisi puncaknya, namun belum ada tanda-tanda kepulangan dari Jacob
maupun Lilyan. Aku mulai khawatir, begitu pun dengan ibu.
“Lily dan
adikmu belum kembali?” tanya ibu. Aku menggelengkan kepala. Kami saling diam
selama beberapa lama, hanya angin yang berani bersuara.
“Aku akan
mencari mereka.”
“Tidak,”
cegah ibu. “Biar Ibu yang mencari mereka. Jika terjadi apa-apa di jalan nanti,
kami masih memilikimu untuk menjaga seluruh kawanan. Ibu tak seberharga itu.”
“Ibu – ”
“Kakak!”
panggil Jacob dari kejauhan. “Lihat apa yang kudapatkan!”
Di belangkangnya
terdapat Lilyan yang menggigit dan menyeret tubuh seekor serigala jantan yang
telah tak bernyawa. Aku dan ibu tak mempercayai apa yang kami lihat. Lilyan
meletakkannya di depan kami begitu berada di hadapan kami.
“Apa ini?”
tanyaku ketus dengan wajah datar.
“Aku yang
mengalahkannya. Bukankah hebat? Serigala ini ingin memburu seekor gajah muda
yang sendirian, yang terpisah dari kawanannya. Padahal sebenarnya ia melihatku
berada di sekitarnya, tapi ia membiarkanku dan tetap fokus pada gajah itu. Jadi
aku menggigit belakang lehernya saat dia lengah. Dia sempat memberontak tapi –
”
“Terima
kasih telah membantunya, Lily. Aku tahu dia tak bisa melakukannya sendiri.”
“K-Kak?
Kenapa Kak Lily? Aku yang melakukannya sendiri! Apa kakak tak percaya padaku?”
“Kau masih
sangat muda dan kecil, masa-masa beromong kosong. Lagipula bagaimana kau
melakukannya? Tubuhnya bahkan empat kali lebih besar darimu, dua kali dariku.”
Jacob tak
mengatakan apapun, ia masuk ke dalam gua dengan raut marah. Ibu mengikutinya,
mungkin untuk menenangkannya.
“Kau
sungguh-sungguh tak mempercayainya? Meski kubilang kalau aku melihatnya dengan
mata kepalaku sendiri?” tanya Lilyan.
“Tidak. Aku
percaya padanya,” ucapku. “Kau benar, Lily. Suatu saat ia akan membungkamku.”
Lilyan
tersenyum selama sesaat sebelum senyum itu hilang ketika ia bertanya, “Lalu
kenapa kau malah berkata seperti itu?”
“Aku hanya
takut ia terluka dan kuharap ia juga berlari pergi seperti sekarang saat perang
tiba,” jawabku. “Serigala yang kau bawa ini, salah satu dari kawanan dari lawan
kita nanti. Padahal hanya salah satu kawanan, tapi perbandingan tubuhnya saja
sudah sangat jauh, bagaimana dengan pemimpinnya. Apa kita bisa mempertahankan
teritori kita?”
Lilyan
memelukku dengan dua kaki depannya yang terasa melemah karena membawa tubuh
serigala yang jauh lebih besar darinya sendirian. “Aku tak tahu apa ini
membantu, tapi aku akan tetap bersamamu apapun yang terjadi.”
“Terima
kasih,” ucapku tersenyum. “Kau segeralah tidur, tubuhmu sudah lelah membawa
jasad ini. Aku akan membawanya ke hadapan ayah dulu sebelum menyimpannya.”
“Baiklah.”
Ayah
menatapku penuh tanya saat aku membawa jasad ini ke hadapannya. “Jacob yang
menumbangkannya. Lilyan yang melihatnya dan menyeret jasad ini ke sini,”
ucapku.
“Kau yakin?
Dia sendiri?”
Aku
mengangguk dengan tegas. Kali ini tak ada keraguan dari hatiku. Meskipun Jacob
terlihat payah dalam berburu, sebenernya ia sangat ahli dalam membuat strategi
sama seperti kakek. Dengan ini, ia menunjukkan bahwa ia dapat bertahan hidup
dengan caranya.
“Baiklah,
tugasmu untuk mengajari Jacob sudah selesai. Mulai besok kau bersamaku
mempersiapkan serigala lain untuk menghadapi apa yang akan datang.”
“Baik,
Ayah.”
Pagi hari
di hari-H, hari yang tak kami tunggu-tunggu, hari yang mereka tunggu-tunggu.
Kami telah mempersiapkan diri dengan apapun yang akan terjadi pada kami. Apapun
itu, kami harus mempertahankan tanah teritori kami.
Aku sudah
meminta beberapa serigala betina untuk membawa para serigala muda termasuk
Jacob menjauh dari sini. Biarkan mereka menikmati perburuan mereka di kala kami
sedang mempertahankan rumah kami.
Ayah dan
aku berada di garis terdepan berhadapan dengan pemimpin kawanan mereka, Gustus.
Kami takkan menyerah meski kelompok kawanan mereka memiliki tubuh yang dua kali
lipat lebih besar.
Hari telah
menjelang sore, kami sudah mulai kehabisan tenaga dan kekuatan. Butuh sekitar
tiga serigala dari kawanan kami untuk menjatuhkan satu serigala dari kawanan mereka.
Ayah pun sudah tak kuat lagi berdiri untuk memimpin perang ini. Gustus
meremukkan tulang-tulang ayah dan mengunyah daging-dagingnya di depan mataku.
Darahku
mendidih. Aku menerjangnya berusaha menjatuhkannya seorang diri. Namun kekuatan
dari Gustus sangat jauh dibandingkanku. Lilyan berusaha membantuku, tapi ia
terdorong hanya karena pukulan dari ekor Gustus.
“Lily!”
Saat
perhatianku teralihkan, Gustus menggapaiku dengan gigitannya dan membantingku
dengan kencang. Taringnya menancap sangat dalam di perutku. Ia mendekatiku dan
meremukkan kaki-kakiku. Aku hampir hilang kesadaran saat tiba-tiba seekor
serigala muda mendarat di punggung Gustus dan mencabik-cabik tengkuk lehernya.
Aku tak ingat apa yang terjadi setelahnya, kuhanya mendengar suara kawanan
gajah yang semakin lama semakin mendekat.
Kurasakan
hawa dingin berusaha menusuk tulang-tulangku. Perlahan kubuka mata dan kulihat
seluruh kawananku yang sedang beristirahat dengan tenang di dalam gua. Dan
Lilyan tidur di sebelahku. Aku berusaha menggerakkan kaki-kakiku, tapi kutak
dapat merasakannya sama sekali. Ah, iya, benar. Gustus meremukkan semua kakiku.
“Lily?”
Lilyan yang
semula tertidur, langsung terbangun dan melihatku dengan mata yang
berbinar-binar. “Kau sudah sadar! Ya ampun, aku sangat khawatir karena kau tak
bangun-bangun sejak perang. Syukurlah!”
“Bagaimana
perangnya?”
“Kita
berhasil. Jacob yang membantu kita semua.”
“Jacob?! Di
mana dia sekarang?” tanyaku panik.
“Tenanglah,
dia ada di sini, bersama kita,” jawab Lilyan sambil menghadap ke arah sudut gua
yang lain, yang tak jauh dari kami. Di sana, Jacob tidur dengan ibu.
Aku
menghela napas lega. “Bagaimana cara Jacob membantu?”
“Kau ingat
saat aku membawa jasad salah satu dari kawanan Gustus? Jacob ada bercerita
bahwa serigala itu ingin memangsa seekor gajah muda yang terpisah dari kawanannya
bukan? Jacob bukan hanya membantu gajah itu lepas dari predator, tapi ia juga
menemani gajah itu sampai induknya menemukannya.
“Sejak saat
itu, kawanan gajah berterima kasih padanya dan berjanji akan membantu jika
dibutuhkan. Jadi, ia meminta bantuan para gajah untuk mendominasi jumlah dan
ukuran dari kawanan Gustus. Dan dengan tubuh kecil dan kelincahannya itu, ia
menyelinap melewati serigala lain hingga hinggap di atas Gustus.”
Kami saling
menatap dan tersenyum. Aku mungkin kehilangan seorang ayah dan seluruh kakiku,
tapi pengorbanan ini menumbuhkan seorang pemimpin yang penuh kejutan.
“Dingin,”
ucapku pelan. Lilyan mendekat dan menempelkan tubuhnya ke tubuhku, menyalurkan
kehangatannya padaku dan aku tertidur. Aku ingin lihat bagaimana cara Jacob
memimpin kawanan kami di usianya yang sangat muda. Tapi kurasa kutak memiliki
kesempatan untuk melihatnya.
Pic src: https://bobo.grid.id/read/081737923/apa-benar-serigala-melolong-ketika-bulan-muncul-akubacaakutahu?page=all
Tidak ada komentar:
Posting Komentar