Cari

15 September 2020

Akhir Kita

 Tali Asmara Putus, Pria Nekat Cekik Anak Mantan Pacar | Republika ...

 

Segera aku berlari memeluk Lawrence begitu melihat sosoknya di sisi lain jalan. Sosoknya yang hampir tak kulihat selama sebulan, bahkan mendengar suaranya, membuat liburan kali ini terasa sangat panjang.

I really miss you darling,” ucapku meneteskan air mata. Ia membalas pelukanku dan mengelus rambutku. “Either did I,” jawabnya.

Aku Nardilla, mahasiswi semester empat di salah satu universitas di Indonesia. Lelaki ini adalah pacarku. Kami kuliah di universitas yang sama. Aku mengambil salah satu prodi di Fakultas Matematika dan IPA, sedangkan dia di Fakultas Teknik Geologi.

Selama sebulan kemarin, ia harus pergi ke suatu pegunungan untuk praktikum langsung. Karena tempat yang sangat jauh dari jangkauan jaringan ponsel, kami jarang berkomunikasi. Kami sudah sering terpisah seperti ini. Apalagi karena kami sudah hampir menginjak tingkat akhir perkuliahan, kesibukan kami bertambah.

“Jangan hanya memandangiku. Makan makananmu!” ucap Lawrence.

“Mau bagaimana lagi? Asupan nutrisi harianku akhirnya kembali,” balasku sedikit menggoda. Wajahnya sedikit memerah. Ia kemudian menunjuk piring makananku sambil menutup sebagian wajahnya. Aku tertawa kecil melihat reaksinya.

Kami sudah berpacaran sejak kelas sebelas. Lawrence adalah tipe lelaki tsundere. Meski begitu, ia tetap menunjukkan sisi romantisnya kadang kala. Walaupun akhirnya ia malu sendiri.

Hari itu kami bercerita hal-hal apa saja yang kami lewati selama sebulan. Banyak hal menarik yang Lawrence juga ceritakan meski aku tak begitu mengerti. Lawrence juga suka mendengar kegiatan-kegiatan kampus yang kulakukan.

 

“Lawrence!” teriakku sambil berlari ke arahnya. “Bagaimana liburanmu? Untungnya praktikummu tak dijadwalkan di liburan semester lagi, atau kau takkan bertemu dengan keluargamu lagi.”

Lawrence tersenyum kecil padaku. “Iya,” jawabnya sambil melihat ke layar ponsel. Ia tampak sibuk dengan ponselnya hingga hanya menjawabku seadanya.

“Rence? Kau sibuk apa?” tanyaku sambil berusaha melihat isi ponselnya. Akan tetapi di saat yang bersamaan, sebuah mobil putih berhenti di depan kami.

“Jemputan kita sudah sampai. Ayo!” ajaknya. Aku hanya mengikutinya dengan tanda tanya di kepalaku.

Selama perjalanan pun kami tidak berbicara banyak. Lawrence hanya menunjukkan respon biasa untuk setiap topik yang kubicarakan.

Mungkin ia lelah karena perjalanan jauh dari ke mari. Awalnya kupikir begitu. Namun, ini berlangsung terus menerus. Semakin lama ia menjadi sering menghindariku. Seakan-akan ia sudah tidak ingin menganggapku ada. Ini semakin membuatku curiga dengan isi ponselnya.

Aku selalu berusaha mencuri-curi kesempatan untuk melihat isi ponselnya. Sampai akhirnya aku mengetahui apa yang selama ini yang ia sembunyikan dariku. Hatiku benar-benar hancur begitu membacanya. Air mataku mengalir tak terbendung.

Lawrence memergokiku melihat isi ponselnya tanpa izin. Namun ia tak memarahiku. Ia mengambil ponselnya dariku dan memelukku erat. Hari itu kami kembali ke kos dengan meninggalkan luka di hati masing-masing.

Siang ini dengan baju wisuda dan toga di kepalaku, aku menatap foto kami berdua yang kupegang. Kemudian menatap langit biru yang bahkan tak kurasakan keindahannya. Aku melipat foto kami membentuk sebuah pesawat kertas, dan melemparkannya ke udara, membiarkannya terombang-ambing mengikuti tarian angin kala itu.

“Dan kini telah sampailah di akhir cerita kita berdua. Selamat tinggal, Rence. Tenanglah di alam sana.”

 

pic src: https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/patah-hati-_151204081118-319.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar