Seorang gadis kecil yang terbaring di atas sebuah kasur perlahan membuka
matanya yang tertutup. Kemudian perlahan-lahan bangun dan
duduk. Dengan matanya yang kecil, ia memperhatikan sekelilingnya. Ruangan berwarna
putih yang tak dapat ia lihat ujungnya. Ia masih memperhatikan sekelilingnya,
sambil memeluk erat boneka kelincinya yang berwarna pirang.
Namanya Shenna. Gadis kecil dengan
rambut hitam legam yang terurai lurus melewati bahunya, sesekali mengibas saat
sang gadis memutar kepalanya. Kulitnya yang kuning langsat membuat dirinya
terlihat berbeda dengan latar belakang. Matanya yang cokelat gelap masih terus
melihat ke segala arah.
Setelah beberapa lama melihat ke
sana dan ke sini, ia menyadari kedatangan seseorang. Siluet hitam berjalan perlahan
menghampirinya. Shenna berusaha fokus untuk melihat wajah orang itu. Semakin
lama, semakin dekat, semakin ia dapat melihat sosok – seorang pria – itu.
Namun, tidak dengan wajahnya. Sedekat apapun sosok itu berdiri, Shenna tetap
tidak dapat melihat wajahnya.
“Hai gadis manis. Apa kabar?”
tanya pria itu. Tapi Shenna tak menjawab apapun, ia hanya melihat sosok itu
dari kepala hingga ke kaki sambil menggerakkan kepalanya selama beberapa saat.
“Bagaimana kabarmu, nak?” tanya
si pria lagi. Namun Shenna tetap tidak menjawab apapun. Suasana hening untuk
beberapa lama, sampai si pria kembali bertanya, “Mengapa kau tak menjawabku?”
Kali ini Shenna menjawab dengan
lembut sambil memeluk erat bonekanya, “Mama bilang jangan bicara dengan orang
asing.”
Si pria tersenyum dan menjawab
“Aku bukan orang jahat.” Shenna menggelengkan kepala kecilnya. “Bagaimana
aku bisa percaya padamu? Aku bahkan tidak bisa melihat wajahmu,” balasnya.
Si pria kembali tersenyum. “Anak
pintar. Baiklah, kita tak akan ke mana-mana,” jawabnya sambil duduk di samping
Shenna, di atas kasur itu. Shenna memandang pria itu lekat-lekat. Dia tak
membiarkan pria itu hilang dari pandangannya.
Kemudian, pria itu menawari
Shenna sebuah dongeng. Shenna mengangguk pelan. Bagaimana tidak. Shenna adalah
pecinta dongeng. Semua cerita dongeng dalam bentuk buku bergambar tertata rapi
di kamarnya.
Waktu berlalu. Ruangan putih di
mana Shenna berada, berangsur-angsur menggelap seperti gelap malam. Shenna yang
berusaha menahan rasa kantuknya, menyadari perubahan ini. Si pria kemudian
menidurkannya di atas kasur yang sama, lalu pamit pergi.
Ruangan kembali berubah menjadi putih bersih di saat Shenna membuka
matanya. Ia kembali duduk dan memperhatikan sekitarnya. Lalu ia
melihat pria itu mendatanginya lagi.
“Hai nak, apa kabar?” tanya pria
itu. “Baik,” jawab Shenna dengan suara yang kecil. Si pria lalu duduk di
sebelah Shenna sambil tersenyum. “Aku punya cerita baru. Mau dengar?” pria itu
kembali bertanya. Shenna membalas dengan anggukkan yang terlihat jelas.
Si pria kembali bercerita dan
Shenna mendengarkan dengan saksama tanpa mengurangi tingkat kewaspadaannya.
Waktu kembali berlalu, ruangan
kembali menjadi gelap. Si pria lalu menidurkan Shenna dan kembali pamit. Shenna
melihat pria itu menjauh di saat ia menutup matanya secara perlahan.
Hari-hari berlalu dengan Shenna yang bangun di ruangan putih, kemudian menghabiskan waktu dengan cerita dongeng si
pria. Tak ada yang berubah, selain tingkat kepercayaan Shenna pada pria itu. Sampai
suatu waktu, Shenna telah mencapai titik puncak kebosanannya. Ia sudah tak
tertarik lagi dengan dengan cerita-cerita si pria lagi.
Si pria yang menyadari perubahan mood Shenna, menawarinya jalan-jalan ke
tempat lain. Shenna memandang pria itu dengan antusias. Kemudian si pria
mengulurkan tangannya ke arah Shenna.
Shenna menunjukkan wajah ragu-ragu.
Tangannya seperti menolak untuk menggapai si pria. Sampai si pria kembali
berkata, “Kita takkan pergi jauh-jauh.” Selama beberapa lama, Shenna memikirkan
ajakan pria itu. Kemudian, ia menggapai tangan si pria. Shenna sambil memeluk
bonekanya, mengikuti si pria yang menggandeng tangannya yang mungil.
Setelah beberapa lama mereka
berjalan, dari kejauhan terlihat sebuah toko permen berwarna merah muda.
Ruangan putih di sekitar Shenna pun berubah menjadi kota kecil secara perlahan.
Mata Shenna yang tadinya jenuh, berubah menjadi bersinar bagaikan bintang di
langit malam.
Si pria mempersilakan Shenna
mengambil apapun yang ia mau dari toko tersebut setelah mereka berdiri di
depannya.
Langit berubah jingga. Shenna duduk di sebuah bangku taman
dengan si pria sambil berusaha menghabiskan lolipopnya. Si pria yang sedari
tadi memperhatikan Shenna, beralih memperhatikan bonekanya. “Kau tak
menceritakan tentang dirimu dan bonekamu?” tanya pria itu membuka percakapan.
Shenna menelan kunyahan permennya
yang terakhir. Lalu menggapai bonekanya dan menaruhnya di pangkuannya. “Ini
namanya Bithe. Ini temanku dari aku usia 1 tahun. Saat aku sedih, biasanya aku
akan bercerita padanya jika orang tuaku sedang tak ada waktu. Walaupun dia tak
menjawab apapun,” cerita Shenna.
Namun seketika, wajahnya yang
berukir senyum berubah menjadi muram. Ia tak mengucapkan apapun. Suasana
menjadi hening selama beberapa saat. Lalu si pria kembali bertanya, “Ada apa?”
“Aku kangen orang tuaku. Ini
sebenarnya di mana? Kenapa tak ada siapapun?”
“Aku bisa memulangkanmu, Shenna.”
Shenna seketika kaget mendengar
si pria menyebut namanya. “Bagaimana kau tahu namaku? Aku tak pernah
memberitahukannya padamu. Siapa kau sebenarnya?” tanya Shenna.
Si pria tersenyum, “Kau hanya
perlu percaya padaku.” Dia tak memberi jawaban lain yang membuat Shenna puas
mendengarnya. Kemudian, si pria mengulurkan salah satu tangannya. Shenna yang
sudah terlanjur percaya pada pria itu, menggapai tangannya tanpa ada keraguan
lagi.
Mata kecil Shenna kembali terbuka secara perlahan. Kali ini bukan
ruangan putih tak berujung yang ia lihat. Ia melihat kedua orang tuanya berdiri
di samping kanan dan kirinya, lalu secara bersamaan memeluknya sambil menangis
dan mengucap syukur. Shenna membalas pelukan kedua orang tuanya sambil
tersenyum dan berkata, “Terima kasih. Tuhan.”
NB : selamat hari raya paskah bagi umat yang merayakan. Semoga kebangkitan Tuhan membawa hidup baru bagi kita umatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar